Monday, February 27, 2012

PENGETAHUAN UMUM SEKITAR EMAS

sumber: islamhariini dan IMN

Emas telah dikenal dalam berbagai peradaban manusia dan digunakan untuk berbagai keperluan antar lain yang paling umum saat ini adalah perhiasan, berbentuk koin emas, industri elektronik, kedokteran atau berbentuk lantakan yang disimpan. Dengan melihat perkembangan dinar emas di Indonesia perlulah kita memahami pengetahuan sekitar emas yang kami tulisakan dibawah ini

Karakteristik fisik dan kimia emas
Simbol kimia emas : Au
Nomor atom : 79
Berat atom :196.967
Berat jenis : 19.32
Daya rentang : 11.9
Titik lebur : 1063 derajat
Kekerasan (brinell) : 25
Keberadaan emas pada kerak bumi : 0.005 bagian per juta
Produksi tambang terestimasi : >100.000 ton sejak dumunculkan

Berat dan Ukuran
1 troy ons : 31,1034 gram
1 troy ons : 480 grain
1 troy ons : 20 punt
1 troy ons : 1,0971 ons avoirdupois (Amerika)
3,75 troy ons : 10 tola (India)
6,02 troy ons : 5 tael (Cina)
32,15 troy ons : 1 metrik ton (1.000 kg)

Untuk dijadikan brang perhiasan, logam mulia perlu dilebur dengan logam lain karena logam mulia, khususnya emas, memiliki sifat yang sangat lunak. Tujuan dari peleburan adalah agar barang menjadi lebih kuat atau untuk menghasilkan warna tertentu sesuai kebutuhan.

Sebagai logam mulia yang lunak maka untuk kepentingan membuat perhiasan emas pun jelas perlu dilebur dengan logam lain. Dalam proses peleburan emas dengan logam lain, kita dapat melihat adanya tiga fenomena utama, yakni perbedaan warna, perbedaan nilai karat, dan ongkos pembuatan.

Perbedaan Warna
Hasil perpaduan emas dengan logam lain akan menghasilkan warna yang berbeda-beda, contohnya adalah sebagai berikut:
Emas Merah: emas murni+tembaga
Emas Kuning: emas murni+perak murni
Emas Putih: emas murni+timah sari + nikel + perak murni
Emas Hijau: emas murni + perak murni + kadmiun + tembaga
Emas Biru: emas murni + besi
Emas Jingga: emas murni + perak murni + tembaga
Emas Coklat: emas murni + palladium + perak murni
Emas Abu-abu: emas murni + tembaga + besi
Emas Ungu: emas murni + alumunium

Perbedaan Nilai Karat
Peleburan emas dengan logam lain dengan sendirinya akan menghasilkan perbandingan kuantum (perbandingan jumlah logam). Perbandingan ini lazim disebut dengan istilah karat. Perbandingan campuran ini memiliki kisaran antara 1 karat sampai 24 karat. Dengan demikian, untuk melihat seberapa besar kemurnian emas yang terkandung, kita dapat mengetahui nilai dari karatnya. Berikut ini adalah jumlah kandungan emas yang dilebur dengan logam lain dalam nilai karat:

24 karat: 24 bagian terdiri dari emas murni.
23 karat: 23 bagian emas murni+1 bagian dari logam lain.
22 karat: 22 bagian emas murni+2 bagian dari logam lain.
21 karat: 21 bagian emas murni+3 bagian dari logam lain.
20 karat: 20 bagian emas murni+4 bagian dari logam lain.
19 karat: 19 bagian emas murni+5 bagian dari logam lain.
18 karat: 18 bagian emas murni+6 bagian dari logam lain.
17 karat: 17 bagian emas murni+7 bagian dari logam lain.
16 karat: 16 bagian emas murni+8 bagian dari logam lain.
15 karat: 15 bagian emas murni+9 bagian dari logam lain.
14 karat: 14 bagian emas murni+10 bagian dari logam lain.
12 karat: 12 bagian emas murni+12 bagian dari logam lain.
10 karat: 10 bagian emas murni+14 bagian dari logam lain.
8 karat: 8 bagian emas murni+16 bagian dari logam lain.
6 karat: 6 bagian emas murni+18 bagian dari logam lain.

Karena emas dikenal dan diakui nilainya secara intrinsik di dunia mana ada kadar kemurnian Emas menurut standar umum yang berlaku di dunia yang perlu anda ketahui:

* Emas 24 karat adalah emas murni (99.99%)
* Emas 22 karat memiliki komposisi 91.7% emas, dicampur bahan lain 8.3% (biasanya perak), ini adalah standar umum untuk kadar yang digunakan oleh koin dinar-dirham Islamic mint Nusantara dengan berat menggunakan standar masa Khalifah Abdul Malik dan Khalifah Umar al-Khattab
* Emas 20 karat memiliki kompoisis 83.3% emas
* Emas 18 karat memiliki komposisi 75% emas
* Emas 16 karat memiliki komposisi 66.6% emas
* Emas 14 karat memiliki komposisi 58.5% emas
* Emas 9 karat memiliki komposisi 37.5% emas

Wednesday, March 30, 2011

Dinar Emas 24 Karat Selaras Dengan Mata Uang Majapahit



Oleh: Khoirul Anam Al-Habsyi

Dengan Kembalinya DINAR ISLAM (24K) yang dicetak oleh IMN ini menjadi selaras dengan standar koin emas yang pernah dahulu beredar di Nusantara. Dalam standar berat Nusantara kita akan menemukan formula 1 Troy ounce (ozt) = 7 Mitsqal = 10 Mayam yang kesemua ukuran tersebut diterapkan pada emas murni. Allahuakbar

Sedangkan Suwarna (satuan uang emas) yang digunakan Majapahit di dibagi menjadi Ma (Masa) yang beratnya 1/2 mitsqal, Atak yang beratnya 1/4 mitsqal dan Kupang yang beratnya 1/8 mitsqal = 1 daniq emas.

Jadi pada masa Majapahit daniq emas digunakan. Berbeda dengan daniq perak yang 1/6 Dirham; Daniq emas beratnya 1/8 Dinar atau 1 Ku (Kupang) adalah 1/8 Dinar/ Mithqal dan sama persis 1 Daniq. Mengapa ada Atak, karena salah satunya untuk pembayaran Diyat yaitu 1/4 Mithqal atau 1 Atak.

Mari kita sambut kembalinya DINAR ISLAM (24K), Standar Khalifah Nabawiyyah, Allahuakbar.

Footnote:
1 mitsqal = 1 dinar
1 mitsqal = 72 biji gandum Barley ukuran sedang, dipotong kedua ujung (habbah syai’rah)
1 mitsqal = 21 3/7 qirath (Arab)

Dalam gram: 1 biji gandum Barley ukuran sedang (habbah sya’irah), dipotong kedua ujung = 0,0617 gram
Dalam gram: 1 qirath (Arab) 2% lebih kecil dari qirath Syria (212 mg) = 207,5 mg

72 habbah sya’irah = 21 3/7 qirath = 1 mitsqal
Dalam gram hasil penimbangan dan hasil perhitungan = 4,44 gram

Friday, March 25, 2011

Standarisasi Ukuran Dinar Dirham Islam Perspektif Historis & Fiqih Islam



Oleh: Abbas Firman, Shohibul Faroji Azmatkhan, Thariq bin Djured

Pendahuluan
Memasuki tahun baru 1432H/2011 tidak terasa dinar dan dirham telah berjalan 12 tahun di Nusantara, alhamdulillah, yang dimulai oleh tiga orang muslim dari Indonesia (Nusantara) pada tahun 1999 dan mereka yang juga telah memulai pencetakan dinar dirham melalui PT Islamic Mint Nusantara (IMN), dengan berjalannya waktu pada tahun 2007 PT IMN menjadi pencetakan dinar dirham mandiri pertama di Indonesia yang juga memperkenalkan tentang wakala atau disebut Kiosk Dinarfirst yang telah mulai mengembangkan jaringan perdagangan dan pasar islam melalui Dinarfirst Saudara (Saudagar Nusantara) yang terintegarasi dalam mobile gold dinar dan dirham yang disebut sebagai Dinarfirst – mobile exchange system dan Titipan Dinarfirst dan mengajak muslim di Nusantara untuk terlibat secara langsung dalam memerangi riba.

Sejarah Standar Berat Dan Kadar Dinar Dirham Islam
Seperti telah kita ketahui bahwa Islamic Mint Nusantara memperkenalkan dinar (emas) dan dirham (perak) dengan berat dan kadar mengikuti ilmu dan amal yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, standar yang diambil adalah standar dinar pada masa Rasulullah Saw, dan ini berkaitan langsung dengan urusan nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.1

Imam Hanafi mengatakan tentang hal ini:
“Bahwa ukuran Nisab Zakat yang disepakati ulama’ bagi emas adalah 20 Mitsqal, dan telah mencapai haul (1 tahun) dan bagi perak adalah 200 dirham”2

Imam Asy-Syafi’I berkata dalam Kitab Al-Umm, Volume 2:
“Rabi’ meriwayatkan bahwasanya Imam Asy-Syafi’I berkata: Tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf) bahwasanya Dalam Zakat Emas itu adalah 20 Mitsqal (20 Dinar)”.3

Standarisasi Dinar ini, sebenarnya sudah terjadi sekian lama, jauh sebelum Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam lahir. Yaitu Pada masa Nabi Idris ‘alaihis Salam, 9000 tahun Sebelum Masehi, sebagai Rasul Ke-2 yang pertama kali hidup menetap, mengenal tambang emas dan perak, dan mengolahnya menjadi sebuah mata uang yang diberi nama “raqim”4 untuk mata uang emas, dan “wariq”5 untuk mata uang perak.

Sejarah mata uang Raqim dan Wariq ini, berlangsung cukup lama mulai dari periode Nabi Idris6, dilanjutkan ke periode Nabi Nuh, ke periode Hud, ke periode Nabi Sholih, ke periode Nabi Dzulqarnain, ke periode Ashabulkahfi, ke periode Nabi Ibrahim, ke periode Nabi Luth, ke periode Nabi Isma’il dan ke periode Nabi Ishaq. Peristiwa penting ini secara implisit dijelaskan dalam Al-Qur’an di 403 ayat dalam Al-Qur’an.7

Penamaan Dinar sebagai mata uang emas, dan Dirham sebagai mata uang perak, baru terjadi Periode Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf. Hal ini termaktub dalam Surah Ali-Imran (3): 75,8 dan Surah Yusuf [12]: 20.9

Standarisasi Ukuran Dinar dan Dirham pada masa Rasulullah Saw sama dengan ukuran Raqim dan Wariq pada masa Nabi Idris sampai Nabi Ishaq, dan sama pula ukurannya dengan Dinar dan Dirham pada masa Nabi Ya’qub sampai Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Ukuran ini adalah ukuran yang telah disepakati oleh Jumhur Ulama’. Yaitu: nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.10

Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam, menerapkan kaidah standarisasi dinar dan dirham ini sesuai dengan “(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham”. Sunnah Dinar dan Dirham ini kemudian diikuti oleh para Khulafâ’ur Rasyidun yang berlangsung selama 30 tahun, yaitu sejak tahun 11 H sampai 40 H, berlangsung di Madinah yaitu Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin ‘Affan dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib.11

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani Umayyah, berjalan selama 92 tahun, sejak tahun 40 H sampai 132 H. dengan 14 orang Khalifah yang berpusat di Damaskus. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Mu’awiyyah, Mu’awiyyah II bin Yazid, Marwan bin Al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul ‘Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin Abdul Malik, Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid, Ibrahim bin Walid dan Marwan II bin Ja’diy.12

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani ‘Abbasiyyah, berjalan selama 518 tahun, sejak tahun 132 H sampai 656 H. dengan 37 orang Khalifah yang berpusat di Baghdad. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Abul ‘Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Manshur, Mahdi bin Al-Manshur, Hadi bin Mahdi, Harun ar-Rasyid bin Mahdi, Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid, Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid, Al-Mu’tashim bin Harun Ar-Rasyid, Al-Watsiq bin Mu’tasyim, Al-Mutawakkil bin Mu’tashim, Al-Mutashir bin Al-Mutawakkil, Al-Musta’in bin Mu’tashim, Al-Mu’tazz bin Mutawakkil, Muhtadi bin Al-Watsiq, Mu’tamid bin Mutawakkil, Mu’tadid bin Al-Muwaffiq, Muktafi bin Mustadhid, Ar-Radhi bin Muqtadir, Al-Muqtaqi bin Muqtadir, Mustaqfi bin Mustaqfi, Al-Mu’thi bin Muqtadir, At-Ta’bin Al-Mu’thi, Al-Qadir bin Ishaq, Al-Qaim bin Al-Qadir, Muqtadi bin Muhammad, Mustazhir bin Muqtadi, Murtashid bin Mustashir, Ar-Rashid bin Murtasyid, al-Muqtafi bin Mu’atshir, Mustanjid bin Muqtafi, Mustadi bin Al-Muqtadi, An-Nashir bin Muatahdi, Az-Zhahir bin An-Nashir, Mustanshir bin Az-Zhahir, Musta’sihim bin Mustansir.13

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Kerajaan-Kerajaan Kecil (Mulukut Thawâif), baik di benua Timur maupun di benua Barat (Andalusia) yang masuk menyelusup di masa Bani ‘Abbasiyyah, yaitu dari tahun 321 H sampai 685 H berjalan selama 350 tahun.14

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Turki Utsmani, berjalan selama 666 tahun, sejak tahun 687 H sampai 1343 H (1924 M) dengan 38 orang Sultan yang berpusat di Istanbul (Kontantinopel).15

Bahkan pada masa Sultan Muhammad II Al-Fatah (Sultan Ke-7 dari Kesultanan Turki Utsmani), tahun 855H/ 1451M, Dinar dan Dirham dibawa oleh Duta Muballigh Islam yang dikenal dengan “Walisongo” melalui perdagangan bersistem Dinar Dirham di Wilayah Nusantara (Asia Tenggara).16

Dalam catatan Syekh Muhyiddin Khayyat dalam “Durusut Tarekh Al-Islamiy” Juz V, dan Catatan Jarji Zaidan dalam Tarekh Tamaddun Al-Iskamiy, Juz III, menyebutkan bahwa: Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya di beberapa negara-negara Islam, seperti Kesultanan Umayyah di Adaluzie Eropa, mulai tahun 138 H = 755M sampai 407 H/ 1016 M. Juga diterapkan di Kesultanan Fathimiyyah di Afrika Utara dan Mesir sejak tahun 279 H/ 909 M sampai 567H/ 1171M, juga diterapkan di Kesultanan Ayyubiyyah di Mesir dan Syiria sejak tahun 567H/1171 M sampai 657H/1260 M, juga diterapkan di Kerajaan Geznewiyah di Afghanistan dan India sejak tahun 366 H/976M sampai 579H/1183M. Dan di Kesultanan Mongolia di India sejak tahun 932H/1526M sampai 1274 H/1857M.17

STANDARISASI UKURAN BERAT DAN KADAR DINAR DIRHAM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM
Rumus “(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham”. Wahyu Allah menyebut Emas dan Perak serta mengaitkannya dengan berbagai hukum , misalnya zakat, perkawinan, hudud dan lain-lain.

Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah, Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad Dimasyqi dalam Fiqih 4 Madzhab, menyatakan bahwa : Berdasarkan wahyu Allah, Emas dan Perak harus nyata dan memiliki ukuran dan penilaian tertentu (untuk zakat dan lainnya) yang mendasari segala ketentuannya, bukan atas sesuatu yang tak berdasarkan syari’ah (kertas dan logam lainnya). Ketahuilah bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak permulaan Islam dan masa Para Nabi dan Rasul, masa Nabi Muhammad, Khulafa’ur Rasyidun, Sahabat serta tabi’in, tabi’it tabi’in bahwa dirham yang sesuai syari’ah adalah yang sepuluh kepingnya seberat 7 mitsqal (bobot dinar) emas. Berat 1 mitsqal emas adalah 72 butir gandum, sehingga dirham yang bobotnya 7/10-nya setara dengan 50-2/5 butir. Ijma telah menetapkan dengan tegas seluruh ukuran ini.18

Dari rujukan di atas kami mengkaji ulang mengenai ukuran berat dan kadar dinar dan dirham terhadap nishab zakat. Setelah beberapa pertemuan dan pembicaraan dan masukan formal dan informal yang kami lakukan baik dengan beberapa kolega kami di Jakarta, Bandung dan Jogjakarta baik secara langsung ataupun melalui email, kami akan mengemukakan beberapa hal sangat penting terkait dengan standar dinar (emas) dan dirham (perak) terutama terhadap perhitungan nisab zakat di Nusantara dan dunia yang tentunya ini kami kemukakan bertujuan kepada ketakwaan dan kelurusan dalam mengamalkan dinar dirham dalam muamalat islam secara benar dan tepat sesuai dengan Syari’at Islam (Kitabullah dan Sunnah Rasulullah).

Menurut Jumhur Ulama’ Fiqih 4 Madzhab. Mereka sepakat bahwa nisab emas adalah sebanyak 20 mitsqal ( 1 Dinar = 1 mitsqal). Bahwa nisab zakat harta untuk 20 dinar (emas) sama dengan 88,864 gram emas murni maka menjadi 1 Dinar = 4.4432 gram.

Menurut Jumhur Ulama’ Fiqih 4 Madzhab menyebutkan berat yang digunakan adalah 88,8 gram emas murni atau setara dengan 20 Dinar, hal lain yang tidak bisa diabaikan adalah diketahui dari ijma ulama zakat emas yang dimaksud adalah emas murni (24K) yang artinya ini mempengaruhi kepada cara perhitungan berat dinar dan dirham, impikasi luasnya adalah kepada nishab zakat mal dan perdagangan islam.

Sementara saat ini dinar yang berkembang tidak mengikuti nisab yang benar yang disyariatkan Nabi Muhammad yaitu 88,864 gram emas murni. Jelas ini adalah kekeliruan besar dan bertentangan dengan Syari’at Islam.

Di mana letak kekeliruan dari dinar yang beredar sekarang ini?
Perhitungan berat dinar yang saat ini telah beredar di masyarakat, tidak berdasarkan nisab zakat 88,8 gram (emas murni) dan hal ini bertentangan dengan Sunnah nabi Muhammad.

Jika mengikuti pendapat bahwa nishab zakat 88,8 gram3 (emas murni) maka hitungan dinar (mitsqal) adalah 88,864 : 20 = 4.4432 gram1 untuk emas (24K), sedangkan dinar yang sekarang beredar adalah 4,25 gram (22K) berarti kadar dan beratnya sudah tidak sesuai dengan Syari’at Islam.

Penjelasannya adalah sebagai berikut, seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa dinar yang telah beredar saat ini mempunyai berat 4.25 (22K) dan 91.7, jadi perhitungan nishab zakat mal sebesar 20 dinar di dapat dengan cara sebagai berikut

85 gr / 20= 4.25 gr (24K)
nishab adalah 4.25 gr x 20 = 85 gr (24K)
*nishab zakat emas 85 gram berasal Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin dan diikuti oleh Yusuf Qardhawi. Dan menurut jumhur ulama pendapat ini sangat lemah karena tidak berdasarkan kepada nash-nash syar’i dan tidak mengikuti 4 madzhab yang mu’tabar. Kelemahan dari pendapat Utsaimin dan Qardhawi ini tidak sesuai dengan ijma Khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan, bahwa berat 7 Dinar setara dengan 10 Dirham.

PERHATIKAN. Disini ada aspek yang terabaikan dalam pembayaran zakat mal dimana menurut jumhur ulama yang dimaksud adalah emas murni dan kita tidak bisa mengabaikannya, dalam bahasa arab emas murni disebut sebagai dzahab, artinya perhitungannya menjadi berbeda jika menggunakan emas 22K, perhitungannya menjadi sebagai berikut:

(24/22) x (85/20)= 4.63 gr (22K)
nishab adalah 4,63 gr x 20 = 92.6 gr

Sekarang dapat dilihat perbedaan ukuran antara 1 Dinar (22K) = 4.63 gr dan 1 Dinar (24K) = 4.25 gr (seperti penjelasan di atas) yang tentunya terkait langsung kepada nishab zakat, jadi kalau dihitung dalam standar 1 dinar = 4.25 gr (22K) hanya terkandung 78 gr emas (murni), dimana ini tidak mencapai nishab zakat mal yang seharusnya adalah 85 gram emas (murni).

Tinjauan Kritis Menentukan Berat Dinar dan Dirham Untuk Nishab Zakat Emas dan Perak Dalam Gram Berdasarkan Jumhur Ulama Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I Dan Hanbali

Dinar = 88,864 gram emas murni, maka Nishab Dinar = 88,864/20 = 4,4432 gram
Dirham = (4,4432 x7) / 10 = 3,1103 gram, maka Nishab perak = 200 x 3,1103 = 622 gram

Perbandingan 7/10 terhadap Troy Ounce adalah:
31,103/4,4432 = 7 (Dinar) dan 31,103/3,11= 10 (Dirham)

B. PERHITUNGAN BERAT KOIN DINAR (EMAS MURNI) BERDASARKAN TROY OUNCE UNTUK NISHAB ZAKAT EMAS (DINAR)

Bagaimana melihat hubungan mithqal dan troy ounce, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sejarah satuan troy ounce ini diambil dari kota Troyes, Perancis. Di kota Toyes ini dikenal sebagai tempat jual beli emas dan perak, dimana mereka terbiasa menggunakan timbangan apoteker berbasis bulir gandum (grain).

Untuk mengetahui hubungan mithqal, bulir gandum dan grain, maka hitungannya adalah 1 mitsqal =72 bulir gandum = 68,57 grain.

Perbedaan ini dapat terjadi karena grain adalah satuan bulir gandum yang tidak dipotong kedua ujungnya atau perbedaan jenis gandum yang digunakan, karena selisihnya sedikit, yaitu: 72 – 68.57 = 3.43 bulir gandum

2. Perkataan Umar bin Abdul Aziz bahwa dirham buatan Abdul Malik bin Marwan bobotnya kurang, maka perbandingannya bukan 7/10 mitsqal tetapi 7/10.5 mitsqal (disebutkan dalam kitab Adh-Dharaib Fi As Sawad, hal. 65), ini artinya 7 mitsqal = 10,5 x 2.975 gr = 1 troy ounce

1 Troy Ounce = 480 grain
1 Grain = 64,79891 mg
7 mitsqal = 480 grain = 10 Dirham
1 Mitsqal = (480/ 7) grain = 68,57 x (64,79891/1000) = 4,4432 gram
1 Dirham = (480/10) x (64,79891/1000) = 3,1103 gram

Jika 1 Troy Ounce sebanding dengan 7 mitsqal, maka satuan mitsqal adalah 31,103 gram (1 troy ounce) : 7 = 4.4432 gram (emas 24K).
Mengacu kepada satuan Troy Ounce maka nishab zakat emas (20 mitsqal) menjadi 4.4432 gram x 20 = 88,864 gram emas murni.

C. PERHITUNGAN BERAT KOIN DIRHAM (PERAK) BERDASARKAN TROY OUNCE DAN NISHAB ZAKAT PERAK (DIRHAM)
Berat 1 Dirham (perak murni) adalah 31,103 gram (troy ounce) : 10 = 3.1103 gram.
Dengan mengacu kepada ukuran troy ounce maka nishab zakat perak adalah 3.11 gram x 200 = 622 gram perak murni.

Kesimpulan (Istinbath Hukum)
Jadi berdasarkan hal tersebut di atas, maka kita telah lihat bahwa terjadi kekeliruan mendasar dalam standar berat dan kadar koin Dinar dan Dirham Islam yang kini telah beredar. Dan hari ini juga kami memutuskan solusi yang jelas dan tegas secara syar’i yang harus diambil untuk menyikapi hal ini, karena ukuran berat dan kadar ini terkait dengan pelaksanaan pilar islam yaitu pelaksanaan rukun zakat, pasar terbuka islam, perdagangan islam, baitul mal, paguyuban, qirad, syirkah dan hal muamalat lainnya secara langsung, maka dengan ijin Allah kami akan memaklumatkan standar baru dari dinar dan dirham Islam baik ukuran dan kadar yang sesuai dengan penjelasan di atas.

Alhamdulillah, telah kami sampaikan hal ini denga tujuan ketakwaan kepada Allah, semoga ini menjadi jalan kita untuk mendapatkan ridha Allah di dunia dan akhirat. Amin

———————————————————————————————
Footnote:
1 Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, Bab Zakat Emas dan Perak.
2 Kitab Fiqih Hanafi, Bab Zakat Emas, halaman 119
3 Imam Asy-Syafi’I, Kitab Al-Umm, Volume 2, halaman 40
4 Ar-Raqim adalah nama mata uang emas, sebelum dinamakan menjadi dinar. Lihat Surah Al-Kahfi [18]: 9
5 Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rasyad Al-Qurthubi (w.450 H), Bab Kitab Zakat Adz-Dzahab Wa Al-Waraq, Beirut-Libanon: Penerbit Darul Gharbi Al-Islami, Cet.2, tahun 1988, Jilid 2, halaman 355- 422
6 Nabi Idris adalah Nabi pertama yang menemukan pertambangan emas dan perak, memiliki kejujuran yang tinggi dalam mencetak mata uang Islam, yaitu Raqim dan Wariq, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Maryam [19]: 56; Juga dijelaskan dalam Surah Al-Anbiya’ [21]: 85. Nabi Idris sebagai penemu Mata Uang pertama Islam, yaitu mata uang emas dan perak, diriwayatkan oleh Wahhab bin Munabbih dalam Kitab Qishohul Anbiya’, karya Ibnu Katsir.
7 Ibnu Katsir, Kitab Qishohul Anbiya’, tt
8 Tentang Dinar, terdapat dalam QS. Ali Imran [3]: 75, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: 75. Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.
9 Tentang Dirham, Allah berfirman dalam surah Yusuf [12]: 20, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf
10 Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab,, Bab Zakat Emas dan Perak. Dan Kitab Fiqih Hanafi, Bab Zakat Emas, halaman 119, juga bisa dibaca dalam Kitab Bidayatul Mujtahid Ibnu Ruysd dan Kitab Al-Umm Imam Syafi’I, Volume 2, halaman 39. Tentang Zakat Wariq, dan Al-Umm, Volume 2, tentang Zakat Emas, halaman 40
11 Muhammad, Quthub Ibrahim. 2003. Kebijakan Ekonomi Umar Bi Khaththab (As-Siyâsah al-Mâliyah li ‘Umar ibn al-Khaththâb). Terjemahan oleh Safarudin Saleh. Jakarta: Pustaka Azzam.
12 Bersumber pada kitab berikut ini: Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir; Tarikh Khulafa’, As-Suyuthi; Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su’udiyyah; Tarikh Islamy, Ibn Khaldun; Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu’ub, Penerbit PT.Bulan Bintang
13 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: AL-KAUTSAR, 2006. ISBN 979-592-175-4
14 Ahmed, Akbar S., Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Penerjemah: Nunding Ram dan Ramli Yakub. Jakarta: Erlangga, T.t; Ahmed, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. Penerjemah: Amru Nst. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.Armstrong, Karen. Sepintas Sejarah Islam. Penerjemah: Ira Puspito Rini. Surabaya: Ikon Teralitera, 2004. Hamur, Ahmad Ibrahim. Al-Hadhârah al-Islâmiyyah. T.tp: T.pn, 2002. Himayah, Mahmud Ali. Ibnu Hazm: Biografi, Karya, dan Kajiannya Tentang Agama-agama. Jakarta: Lentera Basritama, 2001. Hitti, Philip K. History of The Arabs. Penerjemah: Cecep Lukman Ysin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010. Khalîfah, Muhammad Muhammad dan Zaki Ali Suwailim. Al-Adab al-‘Arabî wa Târikhuh. Kairo: al-Ma‘âhid al-Azhariyyah, 1977. Lubis, Nabilah. al-Mu‘ayyan fi al-Adab al-‘Araby wa Târikhu. Ciputat: Fakultas Adab dan Humaniora, 2005. Syalbî, Ahmad. Mausû‘ah al-Târikh al-Islâmî wa al-Hadhârah al-Islâmiyyah. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1979. Sunanto, Musrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004. Urvoy, Dominique. Perjalan Intelektual Ibnu Rusyd. Penerjemah: Achmad Syahid . Surabaya: Risalah Gusti, 2000. Utsman, Ahmadi dan Cahya Buana. al-Adab al-‘Arabî fî al-‘Ashr al-‘Abbâsî wa al-Andalûsî wa ‘Ashr al-Inhithâth. Ciputat: Fakultas Adab dan Humaniora, 2010.
15 Leslie Peirce “The Imperial Harem: Women and sovereignty in the Ottoman empire and Morality Tales: Law and gender in the Ottoman court of Aintab”; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (25 Desember 2010). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar. hlm. 403-425. Mufradi, Ali (25 Desember 2010). Kerajaan Utsmani dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. hlm. 236-246. An-Nabhani, Taqiyyuddin (25 Desember 2010). Ad-Daulatul Islamiyyah . Darul Ummah. hlm. 139. Musthafa, Nadiyah Mahmud (25 Desember 1996). Al-’Ashrul ‘Utsmani minal Quwwatul Haimanah ila Bidayatul Mas’alatusy Syarqiyyah. Al-Ma’hadul ‘Alami lil Fikrul Islami. hlm. 94; Marjeh, Maufaq Bani (25 Desember 1996). Shahwatur Rajulul Maridh au as-Sulthan ‘Abdul Hamid ats-Tsani wal Khilafatul Islamiyyah. Darul Bayariq. hlm. 42; Harb, Muhammad (25 Desember 1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam. hlm. 68. Noer, Deliar (25 Desember 1973). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES. hlm. 242; Suryanegara, Ahmad Mansur (25 Desember 1998). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Mizan. hlm. 227.
16 KH.Moehammad Dahlan, Haul Sunan Ampel Ke-555,halaman 1;
17 Syekh Muhyiddin Khayyat dalam “Durusut Tarekh Al-Islamiy” Juz V, dan Catatan Jarji Zaidan dalam Tarekh Tamaddun Al-Iskamiy, Juz III
18 Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah, Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad Dimasyqi dalam Fiqih 4 Madzhab.

Dunia Dijajah Riba, Dan Kebangkitan Dinar Dirham Nabawi



sumber: abbas/islamhariini/ribat Jakarta (2002)

Apa yang akan di jelaskan di bawah ini untuk membuka tabir apa itu riba yang saat ini menjadi umum dan dianggap enteng oleh muslim hari ini, karena ternyata riba bukanlah sekedar bunga tapi itu sudah menjadi cara hidup kita semua yang tentunya tidak akan membawa berkah.

Kemudahan kredit itu semacam madat – suntikan pertama hebat rasanya tetapi ketagihan itu lambat-laun membunuh penikmatnya. (lihat penjelasan apa itu riba di glossaries disamping, atau baca juga tulisan tentang arti riba pada tulisan kekeliruan bank islam)

Sejurus selepas membuka pintu bendungan riba, mengalirlah uang melimpahi seluruh masyarakat dunia sehingga warga-warganya lemas mencoba meraih bertahan pada dahan rapuh yang membawa maut kepada sesiapa yang menaruh harapan padanya. Apabila ini berlaku, pertama dengan tekanan yang halus, dan kemudian menjadi tarikan kuat dari semua arah, menolak dan menghela manusia supaya memusatkan tenaga, masa dan usaha mereka kepada menumpuk lebih banyak uang kertas.

Riba memahkotakan uang kertas sebagai satu-satunya tujuan hidup manusia di dunia ini, yakni hidup ini semata-mata untuk mencari uang, dan pada masa yang sama memandang rendah akhlak yang baik – malah mencemoohnya. Akhlak yang baik tidak bisa dijual-beli.

Masyarakat yang menghalalkan amalan riba berleluasa dan merajalela di dalamnya, sebenarnya tidak berakhlak sama sekali walaupun masyarakat itu menyeru anggotanya bersifat cermat, rajin bekerja, bersih, cakap dan amanah. Sifat-sifat terpuji tersebut menjadi tercemar karena ia dipergunakan untuk mendaulatkan hidup yang bercampur-baur dengan riba.

Sebenarnya masyarakat yang merelakan riba berwenang didalamnya, telah membuang nilai-nilai mulia dan menggantikannya dengan cara hidup yang didorong ketamakan, mementingkan diri sendiri dan riya, yang berpuncak dengan kesombongan membesar-besarkan dan menunjuk-menunjukan diri karena kaya uang. Dirangsang keyakinan yang ditanam oleh berita umum dan propaganda negara, orang yang memiliki uang percaya mereka boleh membeli apa saja yang dikehendakinya, asalkan mereka ada uang. Tetapi apa yang terbeli tidak pernah mencukupi karena orang itu tidak tahu bersyukur, berpuas hati dan berlapang dada.

Banyaklah uang riba dibelanjakan untuk mengiklankan hidup berpura-pura penuh dengan khayalan demi menyakinkan masyarakat yang dikaruniai ‘kekuatan membeli’ bahwa kalau ada uang, semua yang diinginkan boleh dimiliki dan nikmati.

Penonjolan ini perlu untuk melupakan orang dari kenyataan pahit bahwa hidup bertuhankan uang itu, kosong, sekaligus mengalihkan perhatian mereka kepada satu arah saja, yaitu kearah kancah memiliki kekayaan uang. Propaganda ini melalaikan mereka dari bencana yang melingkupi mereka, resah-gelisah dan kekecewaan tujuan hidup yang satu-satu keinginannya adalah meraup uang.

Masyarakat yang mengamalkan riba melakukan tekanan yang kuat ke atas anggota-anggotanya – tekanan dan desakan untuk mendapatkan banyak lagi, berbelanja lebih lagi, menghendaki lebih lagi. Tekanan yang mengundang kehampaan demi kehampaan ini menular di dalam masyarakat kini. Tekanan ini tidak reda sehingga tidak ada waktu yang terluang untuk kita pikirkan kemana arah dan tujuan hidup ini, kecuali untuk terus-menerus memenuhi nafsu tanpa batas (endless consumption).

Malah hari ini, tidak ada perbedaan di antara masyarakat Islam dengan masyarakat bukan Islam, cuma perbuatan maksiat itu dikerjakan secara sembunyi-sembunyi. Orang Islam maupun orang bukan Islam mengejar lambang-lambang materialisme yang sama seperti mobil, kartu kredit, hidup berfoya-foya dan seterusnya.

Dan seperti masyarakat Barat dan bukan-Islam, masyarakat Islam juga dilanda krisis kemasyarakatan yang sama dengan meningkatnya kasus perceraian, pelacuran terselubung, penyiksaan kanak-kanak, ketergantungan pada obat-obatan, kejahatan ‘kerah putih’ dan penyakit-penyakit sosial lain yang menimpa negara maju dan masyarakat industri.

Namun masyarakat Islam dan ‘dunia ketiga’ masih tergila-gilakan industri, pembangunan materialisme, kemajuan kebendaan dan peningkatan taraf hidup, walaupun gejala-gejala buruk masyarakat industri yang bertuhankan teknologi terpampang sebagai pengajaran.

Dibakar dorongan hendak memperoleh, mendapatkan dan memiliki lebih banyak lagi, peniagaan-peniagaan Islam sanggup bersabahat dan bersekongkol dengan musuh-musuh Islam seperti dengan negara yang terang-terangan memusuhi dan membunuh umat Islam seperti Israel, bank kafir dan sebagainya.

Dan atas nama pembangunan dan kemajuan, kampung dan ladang ditukar menjadi padang bermain golf, hutan menjadi padang pasir, sungai diracuni industri, kilang-kilang mengambil-alih bengkel-bengkel, kedai-kedai kecil ditelan gedung-gedung besar, laut kekeringan ikan dan seterusnya. Terlalu panjang untuk diceritakankan kerakusan untuk memperoleh, mendapatkan dan memiliki lebih banyak lagi.

RIBA YANG SUDAH MENJADI AMALAN
Sesungguhnya suara yang menentang riba sudah dipadamkan sama sekali, hingga banyak orang tidak tahu apa itu riba, bagaimana perilakunya, siapa yang mendapat keuntungqn darinya dan siapa pula yang merana dan menderita karenanya. Selanjutnya, seisi bumi ini kini dijerat lemas tali hutang yang dibebani bayaran bunga yang berlipat ganda, yakni kelebihan atau tambahan dalam pembayaran hutang.

Allah subhana wa ta a’la telah mengeluarkan perintah supaya kita tidak memakan harta orang lain dengan tipu daya, yakni, melakukan riba. Tetapi sekarang ini, usaha mengeluarkan pinjaman kredit sebagai sarana merampok harta orang sudah menjadi amalan dan meluas, sehingga kian hari kian ramai orang yang terlibat secara aktif dalam usaha asuransi, saham dan keuangan riba. Melayu Baru berlomba-lomba menyertainya.

Majalah United States Bankers’ Association (Persatuan Bankir Amerika Serikat) dalam terbitan bulan Agustus 1924 memaparkan hubungan undang-undang dengan politik uang, dan cita-cita besar persyarikatan bank sedunia.

“Capital must protect itself in every possible way, both by combination and legislation. Debts must be collected, mortgages foreclosed as rapidly as possible. When, through process of law the common people lose their homes, they will become more docile and more easily governed through the strong arm of government applied by a central power of wealth under leading financiers.

“These truths are well known among our principal men who are now engaged in forming an imperialism to govern the world. By dividing the voter through the political party system we can get them to expend their energies in fighting for questions of no importance. It is thus by discreet action we can secure for ourselves that which has been so well planned and so successfully accomplished.”

(Modal harus dilindungi dengan segala cara, baik melalui penggabungan maupun perundang-undangan. Hutang-hutang harus ditagih, jaminan-gadai hendaklah dirampas secepat mungkin. Apabila, setelah menempuh proses hukum orang awam kehilangan rumah mereka, mereka akan lebih mudah dikendalikan dan patuh lewat tangan pemerintah dan dilaksanakan oleh sebuah pusat kuasa kekayaan di bawah bimbingan ahli-ahli keuangan utama. Hakikat ini jelas dimengerti oleh orang-orang terpenting kita, yang kini sibuk membangun sebuah imperialisme untuk menguasai dunia ini. Dengan memecah-belah para pemilih lewat sistem partai politik, kita bisa membuat khalayak mensia-siakan tenaga mereka dengan persoalan-persoalan yang tidak penting. Dengan tindakan sebijaksana ini, kita pasti berhasil mencapai apa-apa yang telah dirancang dan dijalankan dengan baik).

Sungguh menakjubkan! Inilah sistem keuangan riba yang telah diijinkan dan dibuka jalannya oleh ‘para wakil rakyat’ untuk merampok rakyat jelata. Perampokan ini pula disahkan dan dilindungi oleh undang-undang negara dan sistem kekuasaan yang diloloskan oleh ‘wakil-wakil rakyat’ tersebut.

“The few who can understand the system will either be so interested in its profits, or so dependent on its favours, that there will be no opposition from that class, while on the other hand, the great body of people mentally incapable of comprehending the tremendous advantage that capital derives from the system, will bear its burdens without complaint and perhaps without even suspecting that the system is inimical to their interest.”

Segelintir yang memahami sistem keuangan ini, akan begitu terpesona pada keuntungannya, atau terlalu bergantung kepada kemudahannya, sehingga kita tidak memperoleh suatu tantangan dari kelas ini. Sementara bagi khalayak yang tidak memiliki kemampuan untuk memahami untung besar yang bisa dihasilkan modal dari sistem ini, akan menanggung bebannya tanpa mengeluh bahkan tidak menyangka bahwa sistem ini melumatkan diri mereka sendiri).

Demikianlah isi sepucuk surat Rothschild Bros. London kepada sebuah firma bank di New York tanggal 25 Juni 1896, mengenai kehebatan muslihat canggih dan licik yang telah direncanakan oleh perserikatan bank sedunia untuk memperdayakan dan melumat manusia. Apakah kita begitu buta sehingga tak dapat melihat tipudaya kepercayaan (confidence trick) ini? Tidaklah kita dapat melihat bagaimana kita diperbudak dan dinodai oleh ketamakan bank?

Kacau-balau apa lagi yang akan dikhayalkan dan dijajakan oleh ‘wakil-wakil rakyat’ untuk terus membenarkan bank meraup keuntungan hasil peluh dan tangisan umat Islam sambil menyesatkan serta menyelewengkan kita.

Bermula dengan uang kertas, kita diseru supaya menjadikan masyarakat kita sebuah masyarakat uang-uangan yang akan beralih pula kepada masyarakat tanpa uang tunai (cashless society). Perkembangan ini dikatakan peningkatan dan kemajuan –jangan sampai kita ketinggalan di belakang masyarakat Jepang dan Korea – yang diilhami oleh falsafah Dunia Barat. Jika demikian, Wawasan Dunia Timur pun sebenarnya secara bengkak-bengkok memandang dan berkiblat ke Barat juga adanya.

Dalam masyarakat tanpa uang tunai, kartu kredit saja yang dipakai dan ini bermakna berbagai urusan keuangan hanya menjadi pertukaran butir-butir angka di balik kaca sistem komputer. Maka tidaklah mengherankan kenapa sesetengah bank sudah pun secara bertahap menggantikan pekerja-pekerja mereka dengan komputer. Urusan bank sudah sampai tahapan kelap-kelip dalam kaca komputer saja.

KREDIT MENJUAL HUTANG
Kelap-kelip inilah yang dipinjamkan kepada negara-negara Islam dan ‘dunia ketiga’ yang ketagihan hutang, seraya ‘dunia ketiga’ menjaminkan tanah, kekayaan, hasil bumi dan apa saja yang bernilai untuk mendapatkan pinjaman uang atas angin itu.

Kemudahan kredit itu semacam madat – suntikan pertama hebat rasanya tetapi ketagihan itu lambat-laun membunuh penikmatnya.

Pinjaman ini kemudian menjadi beban hutang negara yang ditanggung oleh rakyat negara itu, dan untuk menunaikan hutang yang tidak terbayar itu, hutang tidak ditebang, hasil bumi dikeruk, ikan di sungai dan di laut ditangkap sehingga pupus-akhirnya negara itu miskin total, cemar alam sekitarnya, celaka masyarakatnya. ‘Dunia pertama’ juga tidak terlepas dari lilitan hutang riba. Hutang rumahtangga masyarakat di Inggris pada tahun 80-an mencapai 34 milyar poundsterling. Ini adalah hutang yang ditanggung oleh orang ramai yang membeli barang dengan kredit tetapi belum membayarnya.

Jika jaminan pribadi dan pinjaman bank dihitung juga, jumlahnya amat menakjubkan – 207 milyar poundsterling. Ini tidak termasuk pinjaman perusahaan atau pinjaman negara atau jenis kredit lainnya. Sebagai perbandingan, hutang Inggris adalah dua kali lipat jumlah hutang Brazil, salah sebuah negara yang menanggung hutang paling besar di muka bumi ini.

Menurut laporan New York Times, hutang angsuran pengguna kartu kredit dan kredit pembelian mobil melampaui US$10 milyar sebulan. Sementara pada Maret, 1994 hutang para pemegang kartu Visa adalah US$240 milyar.

Seorang pemegang kartu berkata: “My salary is no longer keeping pace with the cost of living. And when yau have a cash flow problem, the credit card is the only option.” (Gaji saya tidak dapat memenuhi biaya hidup. Dan apabila kita menghadapi masalah keuangan, menggunakan karu kredit adalah satu-satunya jalan keluar).

Dalam ungkapan lain, lonjakan kredit ini berasal dari perbuatan penggunaan dan pemegang kartu kredit meminjam lagi untuk membayar hutang mereka. Ia memberi gambaran seolah-olah kemudahan keuangan riba tidak ada habisnya – sampai keakhir hayat kita akan terus membayar balik hutang riba.

Dorongan untuk memiliki barang-barang mewah seperti mobil, kulkas, mesin cuci, AC, televisi, video dan sebagainya, cukup kuat; ditambah pula gencarnya iklan advertising cetak dan TV, yang manipulatif dan menipu. Tekanan ini mengalahkan nasabah sekaligus melucuti kebebasan memilihnya. Kepada sebagian besar pengguna, bayaran cicilan (sewa-beli) adalah satu-satunya cara membeli barang-barang mewah tersebut. Atau dengan kata-kata lain, mendapatkan barang-barang itu melalui kredit, alias, hutang. Pada akhirnya saat tuntas membayar apa saja yang mereka beli, mereka membayar jauh lebih banyak dari jika mereka membeli secara tunai. Oleh itu, sewa-beli atau membeli secara cicilan, nasabah memberikan bayaran lebihan atau tambahan untuk barang yang dibelinya. Lebihan- tambahan itu adalah riba.

Bagi bank, pengedar dan penjualnya, lebih menguntungkan apabila nasabah membeli barang-barang secara cicilan karena mereka menyadari bahwa mereka bisa membuat lebih banyak uang dengan menawarkan layanan pembayaran cicilan dari menjual barang itu sendiri. Apabila seseorang pengguna membeli dengan kredit, dia mengadai-janjikan pendapatannya untuk suatu jangka waktu yang tidak tetap. Ini disebut meminjam ke masa depan. Dan dalam hal hutang-hutang tertentu, misalnya hutang negara, hutang akan ditanggung dan dibayar oleh generasi mendatang.

Karenanya lebih mudah membuat uang dari uang, dari pada menjual barang itu sendiri. Dalam banyak hal, barang dan jasa yang ditawarkan sudah menjadi cara menjual hutang. Bagi pengguna, membeli secara angsuran adalah sama dengan mendapatkan kemudahan kredit. Penggunaan kartu kredit melebarkan lagi lingkaran putaran hutang.

HUTANG NEGARA DAN HUTANG RAKYAT
Hutang negara memberikan kekuasaan kepada perserikatan perbankan sedunia bukan saja untuk campur-tangan dalam kegiatan ekonomi sebuah negara, juga malahan menentukan dasar-dasar negara itu. Hutang negara mengikat seluruh rakyat sebuah negara itu karena rakyat dipajak untuk memungut uang guna membayar balik hutang tersebut. Ini menjadi mudah karena rakyat mentaati undang-undang yang memeras mereka. Dengan tidak sadar, mereka sudah diperbudak oleh perserikatan perbankan sedunia.

Sebenarnya apa yang dipanggil beban hutang negara itu adalah uang atas angin – angka-angka dongengan semata-mata – tetapi angka-angka hutang inilah yang memindahkan kedaulatan dan kekayaan sebuah negara itu kepada kumpulan perbankan sedunia. Malah, negara-negara yang dianggap adidaya sekalipun meminjam uang dari bank untuk mengendalikan beban hutang negara, atau membiayai kembali (refinance) hutang itu, atau ’mengimbangi’ defisit belanja negara. Begitulah teknik kudeta bank.

Ini mementahkan cerita kosong konsep ‘kedaulatan negara’ sebagaimana slogan yang kononnya ‘rakyat itu berdaulat’ terbukti omong-omong kosong semata-mata.

Di samping itu, uang atas angin yang bertrilliun itu perlu mendatangkan keuntungan atau pengembalian yang lumayan. Ini hanya bisa terjadi dengan memberi pinjaman kepada perniagaan-perniagaan raksasa atau kepada projek-projek yang memerlukan belanja yang besar. Proyek yang bernilai bermilyar-milyar, yang dahulunya tidak terbayang, kini menjadi lumrah.

Oleh itu, pinjaman bank mengutamakan kelompok-kelompok perniagaan yang menguasai pemasaran dan pengeluaran seperti supermarket, perusahaan (korporasi) dan sebagainya, sekaligus membunuh perdagangan kecil-kecilan atau pedagang kecil.

Keadaan ini memaksa pedagang-pedagang kecil lari mendapatkan kemudahan bank untuk melangsungkan perniagaan mereka atau bergabung untuk menjadi perniagaan besar sehingga memudahkan mereka mendapatkan pinjaman bank. Perniagaan ini pula didesak meningkatkan produktivitas atau pengeluaran untuk membayar balik pinjaman bank, dan untuk berbuat demikian mereka terpaksa menyatu dalam teknologi tinggi seperti peralatan berat, komputer dan seumpamanya.

Dengan kata-kata lain, teknologi tinggi mendapat keutamakan untuk kemudahan pinjaman sementara teknologi tradisional dan ‘lebih sehat’ kepada alam sekitar akan berkubur atau terhapus. Sekiranya, teknologi tradisional ini mendapat perhatian perkumpulan perbankan sedunia, ini adalah karena ia menguntungkan dan melanggengkan penguasaannya.

Malah gergasi-gergasi perniagaan seperti Multinasional yang dahulunya bertanggungjawab mencemarkan alam sekitar, kini turut serta dalam usaha-usaha untuk membersihkannya pula. Ini adalah karena banyak uang yang bisa dibuat dari kerja-kerja ini.

Sampailah sudah masanya kita harus menyadari, dan bangun dari mimpi, dan berhenti merangkak kepada bank. Kita tidak perlu bank untuk mencari nafkah, membina rumah, mendirikan mesjid, membuka tempat orang ramai dan kerja-kerja kemasyarakatan lainnya. Alangkah memalukan dan hinanya apabila kita terpaksa pergi meminjam uang dari bank, sebuah lembaga yang tidak menghasilkan daya guna apapun (unproductive) dan memanfaatkan manusia sejagat, bahkan membawa bencana kehidupan di dunia ini.

Karenanya dalam masyarakat berkabilah (tribal) dan tradisional, barang-barang dan jasa dibarterkan dalam keadaan yang mencukupi keperluan masyarakat itu. Dalam amalan gotong-royong, hampir-hampir tidak ada atau sedikit sekali pertukarannya melibatkan uang.

Institusi kredit modern dan ekonomi tunai (cash economy) seperti dalam tanaman benalu bukan saja mencemarkan bumi melalui penggunaan bahan-bahan kimia malah menjerat peladang dalam lubang hutang. Apabila dia tidak dapat membayar balik hutangnya kepada bank, tanah yang dijaminkannya untuk membeli baja dan mesin tergadai kepada bank.

Biaya sebenarnya yang ditanggung karena memperhambakan diri kepada bank dibayar kembali lewat tekanan jiwa, rasa resah-gelisah dalam kehidupan dan penyakit sosial seperti korupsi, suami-istri yang selingkuh, anak yang ketagihan Narkoba, anak mendurhakai ibu-bapak, keretakan rumahtangga, perceraian dan pelbagai ragam penyakit masyarakat yang ingkar pada larangan Allah Yang Maha Perkasa. Inilah penyakit riba yang perlu segera kita tinggalkan.

Setelah kita mengerti penjelasan ini lalu langkah nyata apa yang harus segera kita lakukan untuk memerangi (meninggalkan) sistem riba ini? Jalan keluar awal adalah dengan secepatnya memindahkan harta dengan mulai menyimpan dinar dan dirham yang bisa dibeli dan dapatkan di jaringan penukaran Kiosk Dinarfirst Nusantara lihat alamat Kiosk Dinarfirst di Indonesia, atau hubungi alamat dibawah ini:

DINARFIRST NUSANTARA
Jl. H. Saidi IV No. 51A
Cipete Selatan
Jakarta Selatan – Indonesia
+6221 759 00412 atau
+62818 08872081
ww.dinarfirst.org
www.facebook.com/dinardirham
info@dinarfirst.org

Pengetahuan Umum Sekitar Emas



sumber: islamhariini dan IMN

Emas telah dikenal dalam berbagai peradaban manusia dan digunakan untuk berbagai keperluan antar lain yang paling umum saat ini adalah perhiasan, berbentuk koin emas, industri elektronik, kedokteran atau berbentuk lantakan yang disimpan. Dengan melihat perkembangan dinar emas di Indonesia perlulah kita memahami pengetahuan sekitar emas yang kami tulisakan dibawah ini

Karakteristik fisik dan kimia emas
Simbol kimia emas : Au
Nomor atom : 79
Berat atom :196.967
Berat jenis : 19.32
Daya rentang : 11.9
Titik lebur : 1063 derajat
Kekerasan (brinell) : 25
Keberadaan emas pada kerak bumi : 0.005 bagian per juta
Produksi tambang terestimasi : >100.000 ton sejak dumunculkan

Berat dan Ukuran
1 troy ons : 31,1034 gram
1 troy ons : 480 grain
1 troy ons : 20 punt
1 troy ons : 1,0971 ons avoirdupois (Amerika)
3,75 troy ons : 10 tola (India)
6,02 troy ons : 5 tael (Cina)
32,15 troy ons : 1 metrik ton (1.000 kg)

Untuk dijadikan brang perhiasan, logam mulia perlu dilebur dengan logam lain karena logam mulia, khususnya emas, memiliki sifat yang sangat lunak. Tujuan dari peleburan adalah agar barang menjadi lebih kuat atau untuk menghasilkan warna tertentu sesuai kebutuhan.

Sebagai logam mulia yang lunak maka untuk kepentingan membuat perhiasan emas pun jelas perlu dilebur dengan logam lain. Dalam proses peleburan emas dengan logam lain, kita dapat melihat adanya tiga fenomena utama, yakni perbedaan warna, perbedaan nilai karat, dan ongkos pembuatan.

Perbedaan Warna
Hasil perpaduan emas dengan logam lain akan menghasilkan warna yang berbeda-beda, contohnya adalah sebagai berikut:
Emas Merah: emas murni+tembaga
Emas Kuning: emas murni+perak murni
Emas Putih: emas murni+timah sari + nikel + perak murni
Emas Hijau: emas murni + perak murni + kadmiun + tembaga
Emas Biru: emas murni + besi
Emas Jingga: emas murni + perak murni + tembaga
Emas Coklat: emas murni + palladium + perak murni
Emas Abu-abu: emas murni + tembaga + besi
Emas Ungu: emas murni + alumunium

Perbedaan Nilai Karat
Peleburan emas dengan logam lain dengan sendirinya akan menghasilkan perbandingan kuantum (perbandingan jumlah logam). Perbandingan ini lazim disebut dengan istilah karat. Perbandingan campuran ini memiliki kisaran antara 1 karat sampai 24 karat. Dengan demikian, untuk melihat seberapa besar kemurnian emas yang terkandung, kita dapat mengetahui nilai dari karatnya. Berikut ini adalah jumlah kandungan emas yang dilebur dengan logam lain dalam nilai karat:

24 karat: 24 bagian terdiri dari emas murni.
23 karat: 23 bagian emas murni+1 bagian dari logam lain.
22 karat: 22 bagian emas murni+2 bagian dari logam lain.
21 karat: 21 bagian emas murni+3 bagian dari logam lain.
20 karat: 20 bagian emas murni+4 bagian dari logam lain.
19 karat: 19 bagian emas murni+5 bagian dari logam lain.
18 karat: 18 bagian emas murni+6 bagian dari logam lain.
17 karat: 17 bagian emas murni+7 bagian dari logam lain.
16 karat: 16 bagian emas murni+8 bagian dari logam lain.
15 karat: 15 bagian emas murni+9 bagian dari logam lain.
14 karat: 14 bagian emas murni+10 bagian dari logam lain.
12 karat: 12 bagian emas murni+12 bagian dari logam lain.
10 karat: 10 bagian emas murni+14 bagian dari logam lain.
8 karat: 8 bagian emas murni+16 bagian dari logam lain.
6 karat: 6 bagian emas murni+18 bagian dari logam lain.

Karena emas dikenal dan diakui nilainya secara intrinsik di dunia mana ada kadar kemurnian Emas menurut standar umum yang berlaku di dunia yang perlu anda ketahui:

* Emas 24 karat adalah emas murni (99.99%)
* Emas 22 karat memiliki komposisi 91.7% emas, dicampur bahan lain 8.3% (biasanya perak), ini adalah standar umum untuk kadar yang digunakan oleh koin dinar-dirham Islamic mint Nusantara dengan berat menggunakan standar masa Khalifah Abdul Malik dan Khalifah Umar al-Khattab
* Emas 20 karat memiliki kompoisis 83.3% emas
* Emas 18 karat memiliki komposisi 75% emas
* Emas 16 karat memiliki komposisi 66.6% emas
* Emas 14 karat memiliki komposisi 58.5% emas
* Emas 9 karat memiliki komposisi 37.5% emas

Sejarah Penggunaan Uang Di Dunia Islam



sumber: Dr. Setiawan B. Utomo

Dalam khazanah hukum Islam, terdapat beberapa istilah untuk menyebut uang; Dawud (1999, 3) dan Syabir (1999, 175) menyebutkan antara lain nuqud (bentuk jamak dari naqd), atsman (bentuk jamak dari tsaman). Dilihat dari sudut bahasa, menurut Al-Ashfahani (1961,82) atsman memiliki beberapa arti; antara lain qimah, yakni nilai sesuatu, dan harga pembayaran barang yang dijual yakni sesuatu dalam bentuk apa pun yang diterima oleh pihak penjual sebagai imbalan dari barang yang dijualnya; sedangkan dalam tataran fiqih, kata itu digunakan untuk menunjukkan uang emas dan perak; demikian juga fulus (bentuk jamak fals) Fulus digunakan untuk pengertian logam bukan emas dan perak yang dibuat dan berlaku di tengah-tengah masyarakat sebagai uang dan pembayaran, sikkah (bentuk jamaknya adalah sukak) dipakai untuk dua pengertian; pertama, stempel besi untuk mencap (mentera) mata uang, dan kedua, mata uang dinar dan dirham yang telah dicetak dan distempel, dan yang memiliki dua pengertian; pertama, satuan mata uang yang berlaku di negara atau wilayah tertentu, misalnya jumlah yang berlaku di Yordania adalah Dinar dan di Indonesia adalah Rupiah; kedua, mata uang dalam arti umum sama dengan nuqud. Namun demikian, ulama fiqih pada umumnya lebih banyak menggunakan istilah nuqud dan tsaman dari pada istilah lainnya. Dalam tulisan ini, istilah yang sering digunakan adalah nuqud.

Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian nuqud. Al-Sayyid Ali (1967, 44) mengartikannyadengan semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi, baik Dinar emas, Dirham perak maupun fulus tembaga; Sementara Al-Kafrawi (1407, 12) mendefinisikannya dengan segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur nilai. Sementara itu, Qalah Ji (1999, 23) mengemukakan definisi yang memberikan penekanan pada aspek legalitas di samping juga memperhatikan aspek fungsi sebagaimana definisi di atas. Ia mengatakan, nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas Atas dasar definisi ini ia berpendapat, seandainya masyarakat dalam melakukan transaksi menggunakan unta sebagai alat pembayaran, unta tersebut tidak dapat dipandang sebagai uang (nuqud) melainkan hanya sebagai badal (pengganti) atau iwadh (imbalan). Hal itu karena sesuatu yang dipandang sebagai uang harus memenuhi sekurang-kurangnya dua syarat.

Pertama, substansi benda tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat; dan kedua, dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang seperti bank sentral. Walaupun di kalangan ulama cukup populer istilah nuqud untuk pengertian uang, ternyata kata itu tidak ditemukan di dalam al-Qur. Untuk menunjukkan uang atau fungsinya, al-Quran menggunakan beberapa istilah, antara lain dirham, dinar, emas dan perak.

Kata dirham hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS. Yusuf (12) ayat 20 “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja”. Dalam ayat ini selain dikemukakan dirham sebagai mata uang dan fungsinya sebagai alat pertukaran, disinggung juga bahwa penggunaan dirham di kalangan masyarakat saat itu berpatokan pada jumlah atau bilangan, bukan pada nilainya. Sebagaimana dirham, kata dinar hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS. Ali Imran (3) ayat 75. Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya.

Ayat ini, selain menyebutkan dinar sebagai satuan mata uang tertentu untuk pengukur nilai, mengisyaratkan pula bahwa uang adalah alat penyimpan nilai.

Mengenai kata emas dan perak cukup banyak ditemukan dalam al-Quran. Hal ini nampaknya disebabkan ketika al-Quran diturunkan masyarakat banyak menggunakan emas dan perak dalam melakukan kegiatan transaksi.

Emas disebutkan pada delapan tempat; di antaranya QS. al-Taubah (9) ayat 34, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. Selain mengandung isyarat bahwa emas dan perak adalah satuan mata uang, alat pembayaran dan penyimpan nilai, ayat ini mengandung larangan penimbunan uang karena akan berakibat mematikan, fungsinya sebagai sarana kegiatan ekonomi.Ayat lain yang menyebutkan emas sebagai mata uang dan alat pertukaran adalah QS. Ali (3) ayat 91, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu.

Sementara itu, kata perak disebutkan enam kali dalam al-Quran. Di antaranya adalah QS. Ali Imran (3) ayat 14, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanitawanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak” dan QS. al-Kahf (18) ayat 19, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”. Dalam surat al-Kahf ini, kata perak tidak disebut dengan fidhdhah sebagaimana dalam ayat-ayat lain,tetapi dengan kata wariq, yaitu perak yang dicetak dan dijadikan uang.

Sejarah mencatat bahwa bangsa Arab pada masa Jahiliah telah melakukan kegiatan perdagangan dengan negaranegara tetangga di kawasan utara dan selatan. Hal itu tersirat dalam firman Allah SWT, Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas (QS. Quraisy [106]: 1-2). Ketika pulang mereka membawa uang Dinar Emas dan Dirham perak. Al-Balazdari menuturkan: Dinar Heraclius (Kaisar Byzantin) dan Dirham Baghli dari Persia telah masuk ke penduduk Mekah pada masa Jahiliah. Hanya saja, uang yang mereka gunakan untuk melakukan transaksi jual beli tersebut pada umumnya masih dalam bentuk tibr (butiran, belum dicetak sebagai mata uang).

Selain uang, dalam melakukan transaksi mereka menggunakan beberapa macam timbangan seperti mitsqal. 1 (satu) mitsqal berbobot 21 3/7 qirath, dan bobot 10 dirham adalah 7 mitsqal. Bangsa Quraisy menimbang perak dengan timbangan yang disebut dirham dan menimbang emas dengan timbangan yang disebut dinar. Setiap 10 timbangan dirham sama dengan 7 timbangan dinar. Timbangan lainnya adalah yang bobotnya sama dengan 1/60 (satu perenampuluh) timbangan dirham; uqiyah adalah 40 dirham; dan nuwat adalah berbobot lima dirham. Mereka melakukan transaksi dengan timbangan-timbangan tersebut dalam bentuk tibr.

Hal senada dikemukakan oleh Al-Maqrizi. Ia menuturkan, Mata uang yang beredar di kalangan bangsa Arab pada masa Jahiliah adalah emas dan perak, tidak ada yang lain, yang datang dari berbagai kerajaan. Dinar emas Kaisar berasal dari Romawi. Sedangkan menurut maqrizi, dirham perak terdiri atas dua macam, Wafiyah dan Thabariyah

Dirham yang beredar pada saat itu sebenarnya terdiri atas beberapa macam, karena timbangan dirham-dirham itu tidak sama antara satu dengan yang lain. Hanya saja, dirham yang paling terkenal ada dua macam, Dirham Baghli (oleh al- Maqrizi disebut dengan Wafiyah) yang timbangannya adalah 8 (delapan) Daniq dan Dirham Thabari (oleh al-Maqrizi disebut dengan Thabariyah) yang timbangannya 4 (empat) Daniq. Sedangkan dinar atau mitsqal adalah satuan timbangan yang mereka gunakan untuk menimbang emas. Timbangan mitsqal di kalangan bangsa Arab menurut Al-Qardhawi (1977, 240) hanya ada satu macam, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain, yaitu sama dengan 1,7 dirham.

Dalam melakukan transaksi orang Arab pada masa Jihiliah menggunakan beberapa macam timbangan yang berlaku disamping Dirham Baghli dan Dirham Thabari; antara lain Rithl (sama dengan 12 Uqiyah), Uqiyah (sama dengan 40 Dirham), Nishsh atau Nasysy (sama dengan setengah Uqiyah, yaitu 20 Dirham), Nuwah (sama dengan 5 Dirham), Daniq (sama dengan seperenam Dirham atau delapan seperlima butir [habbah] kacang sedang), Qirath (sama dengan setengah Daniq), dan Habbah (berbobot satu butir kacang sedang).

Sebagaimana disinggung di atas, masyarakat Arab pada masa itu dalam menggunakan uang-uang yang ada, baik dinar emas maupun dirham perak, didasarkan pada timbangannya, bukan pada bilangannya, karena uang-uang tersebut tidak sama timbangannya. Atau lebih tepatnya, mereka tidak membeda-bedakan antara (uang) yang sudah dicetak (madhrub), yang sudah dicap (masbuk) dengan yang masih berupa butiran (tibr). Semua bentuk itu mereka gunakan sebagai uang atas dasar bahwa ia adalah emas atau perak, dan tidak mengharuskan telah dibuat dalam bentuk khusus sebagai uang (resmi).

Ketika Islam datang kegiatan dan sistem transaksi ekonomi yang sudah berlaku di tengah-tengah masyarakat dengan menggunakan uang-uang yang sudah beredar diakui oleh Nabi SAW. Beliau mengakui uang-uang itu sebagai uang yang sah. Demikian juga, sistem pertukaran barter dan pertukaran dengan barang komoditas tertentu yang diperlakukan sebagai uang (nuqud seperti gandum, kacang dan kurma dibiarkannya sebagaimana sudah berjalan.

Sikap Nabi tersebut tercermin dalam hadits Nabi SAW antara lain: (Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam yang (dilakukan antara) satu jenis (disyaratkan harus) sama (beratnya, dan dengan cara) tangan ke tangan. Apabila (yang diperjualbelikan itu) berbeda jenis, lakukanlah jual beli itu sekehendakmu apabila dengan cara tangan ke tangan (HR. Muslim dari Ubadah bin al-Shamit).

Dari keterangan di atas nampak bahwa uang yang digunakan oleh umat Islam pada masa Nabi adalah Dirham Perak Persia dan Dinar Emas Romawi dalam bentuk aslinya, tanpa mengalami pengubahan atau pemberian tanda tertentu. Menurut Ibnul Qayyim (dalam Ilamul Muwaqqiin Ibn al-Qayyim, Ilam al-Muwaqqiin,vol.2/hal144), Nabi pun tidak pernah membuat uang khusus untuk umat Islam.

Dengan kata lain, pada masa itu, belum ada apa yang disebut dengan uang Islam Uang Islam atau disebut juga dengan Dinar Islam baru dibuat pada masa berikutnya. Menurut para sejarawan, orang yang pertama kali menerbitkan Dirham dan Dinar untuk diberlakukan di negara Islam adalah Khalifah Bani Umayah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 74 H. Sebelum tahun itu, tidak pernah didapatkan baik dalam buku-buku sunnah (hadits) maupun dalam sejarah Nabi (sirah nabawiyah) keterangan tentang Dinar Islam.

Kebijakan Nabi saw untuk tidak menerbitkan mata uang tertentu, selain karena kesibukannya dalam melakukan dakwah dan jihad, nampaknya merupakan siyasah syariah (politik hukum Islam). Sebab, seandainya Nabi memerintahkan agar mata uang yang sudah ada (beredar) sebelum berdiri negara Islam tidak dipakai dan menggantinya dengan mata uang Islam, tentu mata uang Islam tersebut tidak akan diterima oleh masyarakat di luar wilayah Islam; dan hal itu akan menyebabkan umat Islam mengalami kesulitan. Orang yang pergi ke Syria atau ke Yaman, misalnya, tidak bisa mempertukarkan mata uang Islam tersebut dan boleh jadi tidak ada orang yang mau melakukan transaksi menggunakannya.

Sungguhpun Nabi tidak pernah membuat uang tertentu untuk umat Islam, mengingat beliau mengakui dan memberlakukan mata uang emas dan perak yang berlaku di tengah-tengah bangsa Arab, sebagaimana dikemukakan di atas, sebagian besar ulama berpendapat bahwa emas dan perak adalah mata uang Islami bagi negara Islam, dan mata uang emas dan perak tersebut adalah nilai atau harga (tsaman) suatu barang. Bahkan pada masa lalu, bila disebutkan kata nuqud (jamak dari naqd, yakni mata uang) atau atsman (jamak dari tsaman, yakni nilaiatau harga) maka yang dimaksudkan adalah emas dan perak, sekalipun belum dicetak.

Pada masa Khalifah Abu Bakar, uang yang berlaku pada masa Nabi tetap diberlakukan sebagaimana adanya, tanpa mengalami pengubahan. Hal ini karena perhatian Khalifah terfokus pada penataan sendi-sendi pemerintahan dan memerangi orang murtad yang merupakan prioritas utama, di samping juga karena masa pemerintahannya yang sangat singkat. Khalifah Umar pun pada masa-masa awal pemerintahannya tetap memberlakukan sistem yang telah berjalan pada masa Abu Bakar. Barulah pada tahun 18 Hijriyah atau tahun keenam dari pemerintahannya, ia mulai memasukkan beberapa kata Arab pada uang Persia dan Romawi yang beredar. Ia membubuhkan namanya pada beberapa dirham dan menuliskan beberapa kata Islami, seperti Bismillah, Al-Hamdulillah, Muhammad Rasulullahdan kata-kata serupa lainnya yang menunjukkan simbol Islam, namun demikian, bentuk uang tersebut masih tetap sama dengan bentuk aslinya sebagai uang asing yang memuat simbol simbol non Islam.

Sebelum itu, Umar pernah berfikir untuk membuat dirham dari kulit unta, namun ketika rencana itu disampaikan, ada pihak yang memberi masukan bahwa jika rencana tersebut dilaksanakan, tentu unta akan habis, dan akhirnya Umar batal melaksanakan rencananya. Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar tersebut merupakan langkah pertama dalam rangka pembuatan uang khusus bagi negara Islam (daulah Islamiyah).

Pada masa Khalifah Utsman dan Ali, kebijakan pembuatan uang masih sama dengan apa yang telah dirintis oleh Umar r.a. Lebih dari itu, Utsman membubuhkan kata Allahu Akbar pada uang yang berlaku.

Ketika pemerintahan Bani Umaiyah berdiri, pembuatan uang masih tetap mengikuti jejak para penduhulunya, yaitu memberlakukan mata uang Sasani dan Byzantin dengan membubuhi beberapa simbol Islam, seperti nama khalifah, dan membiarkan simbol non Islam pada uang tersebut. Pada masa-masa awal pemerintahan ini pembuatan uang bukan merupakan otoritas pihak tertentu dalam pemerintahan. Selain khalifah, para gubernur dan pimpinan di daerah-daerah pun membuat uang khusus bagi wilayah masing-masing. Abdul Malik bin Marwan pada tahun 74 dan 75 H. membuat dinar emas dalam jumlah terbatas; dan ia dipandang sebagai khalifah pertama yang membuat dinar emas; Al-Hajjaj pada akhir tahun 75 H. membuat dirham sendiri, Dirham Baghli, Abdullah bin Zubair pun melakukan hal yang sama, membuat dirham sendiri dan membubuhkan namanya (Abdullah Amir al-Muminin); demikian pula, saudaranya Mushab bin Zubair ketika menjadi gubernur Irak membuat dirham khusus (Lihat, Ibnu Khaldun, 463 dan al-Maqrizi,16-19)

Melihat kenyataan seperti itu Abdul Malik bin Marwan melakukan upaya penyatuan mata uang di seluruh wilayah setelah sebelumnya setiap gubernur membuat uang khusus untuk masing-masing. Selain itu, ia pun membuat kebijakan untuk tidak menggunakan mata uang non Islami dan memerintahkan pembuatan uang Islami oleh institusi pemerintah. Pada tahun 76 H. proyek pembuatan uang khusus Islami yang bersih dari unsur dan simbol-simbol asing mulai dilakukan.

Sejak saat itu, untuk pertama kali negara dan pemerintah terlepas dari uang asing. Abdul Malik membuat Dirham perak Islami yang pada salah satu sisinya dituliskan surah al-Ikhlas dan pada sisi lainnya dituliskan simbol tauhid; beratnya adalah 6 (enam) Daniq; demikian juga ia membuat dinar perak Islami yang timbangannya adalah satu mitsqal.

Dengan kebijakan tersebut umat Islam telah memiliki uang tersendiri, yaitu uang yang dibubuhi tulisan-tulisan Islami, dan meninggalkan mata uang asing, Dinar Byzantin dan Dirham Persia yang selama ini dipakai. Kebijakan pembuatan uang Islami seperti itu dilanjutkan oleh pemerintah-pemerintah Islam sesudahnya walaupun terdapat perbedaanperbedaan antara yang satu dengan yang lain dari sisi kualitas bahan, timbangan, bentuk, dan tulisan yang dibubuhkannya. Kondisi demikian terus berlangsung hingga wilayah-wilayah terlepas dari Daulah Utsmaniyah dan menjadi wilayah kekuasaan koloni. Pada saat itu mulailah uang kertas berlaku di hampir semua wilayah Islam.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa uang yang pernah berlaku di wilayah Islam tidak hanya berupa emas dan perak. Sejarah mencatat bahwa selain uang emas dan perak murni berlaku pula jenis uang lain, antara lain uang emas dan perak campuran (nuqud maghsyusyah), fulus, dan uang kertas.

Nuqud maghsyusyah adalah mata uang emas atau perak yang dicampur dengan logam kualitas rendah, seperti uang emas yang dicampur dengan tembaga atau perak, dan uang perak yang dicampur dengan tembaga. Umat Islam menyebut uang emas dan perak murni dengan (berkualitas baik) dan uang emas dan perak tidak murni dengan (campuran).

Uang campuran ini terdiri atas tiga macam, Zuyuf, Nabharajah, dan Satuqah. Zuyuf adalah sebutan untuk uang emas dan perak yang sedikit kadar campurannya; Nabharajah adalah sebutan untuk uang emas dan perak yang lebih dominan kadar campurannya, namun terkadang juga digunakan untuk menyebut uang yang tidak dibuat di tempat atau institusi resmi; sedang Satuqah adalah sebutan untuk uang yang bahan utamanya terdiri dari tembaga namun dicampur sedikit perak. (lihat; Ibn Abidin, vol. 5/ 246; dan al Fairuzabadi, vol 3/154).

Uang campuran tersebut pada mulanya hanya beredar secara terbatas, kemudian beredar secara luas terutama setelah Khalifah al-Mutawakkil memberlakukannya secara resmi. Namun demikian, mata uang emas dan perak murni tetap berlaku sebagai mata uang resmi dan paling banyak beredar. Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan keterbatasan persediaan emas dan perak, umat Islam sedikit demi sedikit meninggalkan emas dan perak, beralih menggunakan uang campuran, dan akhirnya menggunakan fulus.

Masyarakat Arab pada masa Jahiliah sebenarnya telah menggunakan uang fulus tembaga dari Byzantin, walaupun dalam jumlah sangat terbatas. Ketika Islam datang, umat Islam pun tetap menggunakannya dalam jumlah terbatas.

Bahkan menurut sejarah, Umar bin Khaththab adalah khalifah pertama yang membuat fulus khas Arab pada tahun 18 H. yang sama bentuknya dengan fulus Byzantin, namun dibubuhi nama Umar. Bukti yang menunjukkan bahwa fulus telah ada dan berlaku di negara Islam pada masa awal adalah fatwa-fatwa sebagian ulama tabiin (generasi sesudah sahabat) tentang fulus ketika membicarakan masalah-masalah fiqih. Ibrahim al-Nakhai (w. 96 H.) memberikan fatwa tentang kebolehan melakukan akad salam dengan fulus. Mujahid (w. 102 H) memberikan fatwa bahwa pertukaran satu fulus dengan dua fulus adalah boleh jika dilakukan dari tangan ke tangan. Demikian juga al-Zuhri (w. 124) memberikan fatwa bahwa syarat-syarat sharf (jual beli atau pertukaran uang emas dan perak) berlaku pula pada pertukaran fulus.

Pada masa itu keberadaan uang fulus hanya merupakan uang penunjang yang digunakan untuk melakukan transaksi dalam nilai sedikit, dan bukan merupakan uang utama. Uang emas dan peraklah yang menjadi uang utama di negara Islam. Pada waktu-waktu berikutnya di negara Islam transaksi banyak dilakukan dengan fulus; sehingga fulus menjadi uang yang banyak beredar. Pada abad ketujuh Hijriyah jumlah fulus yang beredar di masyarakat semakin banyak dan menjadi uang yang dominan. Bahkan, pada masa kekuasaan Mamluk dan pada abad ketujuh dan kedelapan Hijriyah, fulus menjadi uang utama (resmi) negara. Gaji pegawai dan pembayaran jasa ditetapkan dan dihitung berdasarkan fulus. Dengan demikian, fulus berubah status dari uang penunjang menjadi uang utama.

Sultan al-Dzahir Burquq (sultan Utsmani, w. 801) pada tahun 781 H. telah membatalkan penggunaan uang perak campuran yang dibuat oleh Sultan al-Dzahir Baibras dan menggantinya dengan fulus tembaga. Bahkan para sultan sangat berlebihan dalam membuat fulus sehingga fulus-fulus itu dijual dengan timbangan Rithl dan tidak memiliki nilai.

Akhirnya masyarakat hilang kepercayaan terhadap fulus. Hal tersebut berakibat sangat fatal berupa kehancuran nilai uang. Mengenai uang kertas sebagaimana dikenal fiat money saat ini dalam bentuk banknote apakah pernah dikenal dan digunakan di negara-negara Islam (pada masa lampau), para ahli berbeda pendapat. Sebagian memastikan bahwa negara Islam tidak pernah menggunakannya, sementara sebagian ahli lain berpendapat bahwa umat Islam telah pernah menggunakannya pada beberapa periode. Kedua belah pihak tersebut mengemukakan argumen untuk mendukung pendapatnya.

Sejarah Timbangan Dinar Dirham Islam



Oleh: abbas – Islamic Mint Nusantara

Bismillahirrahmanirrahim.

Penjelasan ini dibuat sebagai jalan untuk mengenali masalah yang sebenarnya dan untuk mendorong muslim di Indonesia yang memiliki keinginan kuat untuk mengamalkan syari’at secara nyata, sebagaimana semestinya, terutama dalam menegakkan kembali Muamalat Islam seperti perdagangan islam, pemerintahan islam, pencetakan dinar-dirham, pasar islam, permodalan islam seperti qirad dan syirkah, fungsi wakaf dan restorasi zakat. Dinar-dirham kini telah dicetak kembali oleh pencetakan mandiri pertama yaitu Islamic Mint Nusantara (2000) maka perlu juga kita mengetahui sejarah timbangan dinar-dirham islam ini, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah wawasan kita semua dan menjadi semakin memperjelas apa itu standar dinar dirham.

Kami menyarankan, sebaiknya masyarakat menghindari dinar dirham harganya tinggi karena ada pilihan dinar dirham yang harganya lebih rendah dan kualitas yang baik dari pencetakan dinar dirham mandiri Islamic Mint Nusantara, dinar dirham yang harga cetak (seniorage) tinggi ini karena berbagai alasan yang dibuat seperti: alasan harga premium, tergoda keuntungan jangka pendek, wakala sebagai jaringan distribusi koin yang tertutup yang hanya menerima ‘koinnya’ sendiri dengan alasan otoritas atau label grup tertentu yang katanya merasa paling berhak, semua alasan orang bodoh ini akan menghambat mengalirnya dinar dirham ditangan kita muslim nusantara, koin barter bebas sukarela ongkosnya (seniorage) harus semurah mungkin jadi orang tidak tertarik bermain di selisih harga dan bahan, karena bukan itu tujuannya.

Muslim Nusantara tidak perlu organisasi dari luar yang mau memonopoli dinar dirham di Nusantara dengan alasan absurd mereka ini, karena di Nusantara sudah ada Sultan-Sultan dan pimpinan jamaah masing-masing komunitas yang bisa saling bekerjasama, dan Islamic Mint Nusantara hadir untuk itu. Dinar Dirham IMN telah dikerjakan oleh muslim tanah Nusantara untuk semua muslim di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapore, Burma dan Thailand, segera simpan dan gunakan. Bismillah.

Dari Abu Bakar Ibn Abi Maryam radhiyallah anhu, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, bersabda: “Akan datang masanya ketika tidak ada yang tertinggal yang bisa dimanfaatkan kecuali dinar dan dirham.” (HR. Ahmad bin Hanbal).

Mengenai uang sebagai alat transaksi perdagangan, Syekh besar al-Azhar Muhammad ‘Illisy (1300H) tetap berpegang teguh kepada aturan Allah dan RasulNya, dan beliau mengeluarkan Fatwa hukum Islam (Fikih) bahwa Zakat, tak dapat dibayarkan dengan uang kertas, jikapun hendak menggunakan uang kertas, maka selayaknya nilai uang kertas ditilik dari nilai bahan dasarnya, yaitu kertas, bukan dari angka-angka khayal yang tertulis padanya.

Sebelum manusia mengenal uang mereka sudah melakukan aktifitas jual beli dan tukar menukar barang dan jasa. Kemudian munculah mata uang (an-nuqud) dimana dengan berjalannya waktu manusia mengenal emas dan perak sebagai tolok ukur yang menilai barang dan jasa, emas dan perak memiliki nilai intrinsik maka keduanya menjadi alat tukar atau uang.

Orang-orang Arab sebelum islam terutama quraisy sudah berniaga dengan berbagai negara tetangga dan berbagai tempat, dan di antara mereka telah dikenal timbangan khusus antara rithl, uqiyah, nasy, nuwat, mistqal, dirham, daniq, qirath dan habbah. Mitsqal adalah timbangan dasar yang dikenal luas dikalangan mereka, 1 mitsqal sama dengan 22 qirath kurang 1 habbah, ukuran 10 dirham saat itu sama dengan 7 mitsqal

Kemudian ketika masa Islam datang Rasulullah salallahu alaihi wassalam menetapkan (dengan taqrir, penggunaan) dinar dan dirham tersebut sebagai mata uang. Rasululllah menetapkan timbangan mata uang dinar dan dirham yang telah berlangsung pada masa Quraisy. Dari Thawus dari Ibn Umar, Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda:

Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran maka takaran penduduk Madinah. (HR. Abu Daud dan Nasa’i)

Diriwayatkan oleh Baladzuriy dari Abdulllah bin Tsa’labah bin Sha’ir:

Dinar Hiraklius (Romawi) dan Dirham Persia biasa digunakan oleh penduduk Makkah pada masa Jahiliyah. Tetapi mereka tidak menggunakannya dalam jual beli, kecuali menjadikannya (timbangan) lantakan. Mereka sudah mengetahui timbangan mitsqal. Timbangannya adalah 22 qirath kurang (satu dirham) Kisra. Dan timbangan 10 dirham sama dengan 7 mitsqal. Satu rithl sama dengan 12 uqiyah, dan setiap uqiyah sama dengan 40 Dirham. Dan Rasulullah membiarkan hal itu. Begitu pula Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.

Saat itu kaum muslim telah menggunakan bentuk cetakan dan gambar dinar Hirakliy dan dirham Kisra pada masa Rasulullah salallahu alaihi wassalam, Khalifah Abu Bakar Shiddiq dan pada permulaan masa Khalifah Umar. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, beliau mencetak dirham yang baru berdasarkan dirham Sasanid dimana bentuk dan timbangannya mengacu kepada dirham Kisra, gambar dan tulisannya bermotif Bahlawiyah dengan ditambahkan tulisan huruf Arab kufi, dengan nama Allah dan dengan nama Allah Rabbku.

Sejarah Timbangan Dinar dan Dirham
Imam Abu Zayd Ibn Khaldun (d. 1406) Umar bin Khattab, radiya’llahu’anhu menetapkan hubungan tegas antara keduanya sesuai berat mereka yakni:
“(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham” Wahyu Allah menyebut Emas dan Perak serta mengaitkannya dengan berbagai hukum , misalnya zakat, perkawinan, hudud. Sehingga sesuai wahyu Allah, Emas dan Perak mesti nyata dan memiliki ukuran dan penilaian tertentu (untuk zakat atau dan lainnya) yang mendasari segala ketentuannya, bukan atas sesuatu yang tak berdasarkan shari’ah (kertas dan logam lainnya). Ketahuilah bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak permulaan Islam dan masa Sahabat serta tabi’in, bahwa dirham yang sesuai shari’ah adalah yang sepuluh kepingnya seberat 7 mitsqal (bobot dinar) emas. Berat 1 mistqal emas adalah 72 butir gandum, sehingga dirham yang bobotnya 7/10-nya setara dengan 50-2/5 butir. Ijma telah menetapkan dengan tegas seluruh ukuran ini.” (Al-Muqadimmah)

Pada masa Abdul Malik bin Marwan telah mencetak dinar Islam dengan timbangan sendiri, sementara dinar Byzantium timbangannya menggunakan satuan mitsqal. 1 mitsqal sama dengan 8 daniq dan satu daniq sama dengan 20 qirath, atau 22 qirath kurang 1 dirham Kisra. Satu mitsqal setara dengan 72 biji gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujung.

Rasulullah salallahu alaihi wassalam telah menetapkan timbangan ini bagi dinar, dan mengaitkannya dengan hukum-hukum zakat, diyat, nishab potong tangan dalam pencurian, sehingga menjadi timbangan yang sesuai syar’iy bagi dinar, dan dikemudian hari timbangan ini pula yang digunakan sebagai acuan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan ketika mencetak dinar islam, dan menjadikannya mitsqal.

Dirham memiliki timbangan yang bermacam-macam, saat itu saja dirham Persia saja memiliki tiga macam (timbangan) dirham: al-kibar (besar) dengan ukuran setara ukuran mitsqal atau 20 qirath, al wustha (pertengahan) dengan ukuran setiap 10 dirham sama dengan 6 mitsqal, yaiutu sama dengan 12 qirath dan ash-shigar (kecil) dengan ukuran setengah mitsqal.

Uang perak Sasanid yang dihitung ulang berdasarkan beratnya oleh Rasulullah, sallallahu alayhi wa sallam, yang disebabkan karena perselisihan antara Burairah RA dan Aisyah RA, pada awal hijriah di Madinah sebelum perang Badar, karena terdapat 3 macam dirham Sasanid yang berbeda berat dan ukuran, yaitu: dirham besar 20 qirath, dirham sedang 12 qirath, dirham kecil 10 qirath. Hitungannnya adalah: (20+12+10) : 3 = 14 qirath

Berat dirham menurut Rasulullah adalah 14 qirath atau 14/20 atau 7/10 mitsqal dari berat dinar. Pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab RA, di tahun 20 Hijriah dirham standar Rasulullah ini dicetak untuk pertama kalinya dengan motif Sasanid.

Imam al Baladzuriy meriwayatkan dari Hasan bin Shalih bahwa:

‘ Mata uang yang dibuat oleh orang Persia itu berbeda-beda, ada yang besar dan ada yang kecil. Dirham ukuran besar mereka tetapkan timbangan seberat 1 mitsqal yang sama dengan 20 qirath. Dirham kecil mereka tetapkan timbangannya seberat 12 qirath. Sedangkan dirham yang sedang mereka tetapkan timbangannya seberat 10 qirath atau setengah mitsqal.’

Dirham yang besar mereka sebut dirham baghliy atau as-suud al-wafiyah yang digunakan sebagai standar bagi dirham. Emas seberat 1 mitsqal yakni 8 daniq dan 1 daniq adalah sama dengan 2 ½ Qirath, jadi 1 mitsqal sama dengan 20 qirath. Timbangan ini telah diberlakukan sejak masa Sasanid dan di jaman Khulafa ar-Rasyidin.

Dirham ukuran sedang timbangan beratnya adalah 4.8 daniq adalah sama dengan 12 qirath. Dirham ukuran sedang ini disebut dirham al-jawaraqiyyah yang di ambil namanya dari daerah Jaurakan, tempat pencetakannya

Dirham ukuran kecil beratnya adalah ½ mitsqal dinamakan dirham ath-thibriyyah yang di ambilkan namanya dari daerah Thabaristan (wilayah Iran), tempat pencetakannya. Timbangannya adalah 4 daniq, yaitu sama dengan 10 qirath.

Setelah Islam datang maka ditetapkanlah kewajiban zakat atas perak, yaitu setiap 200 dirham zakatnya adalah 5 dirham. Dirham yang setiap 10 kepingnya berbeda-beda, dinilai seberat 7 mitsqal, sehingga dikenal dengan sebutan timbangan tujuh (waznuh as-sab’ah) yaitu timbangan untuk dirham ukuran sedang. Hal ini dilakukan setelah menyatukan timbangan qirath yang berlainan antara dirham besar, sedang dan kecil. Jumlah berat timbangan dari ke 3 macam dirham ini dibagi 3, sehingga berat rata-ratanya adalah 14 qirath, yaitu 6 daniq yang setara dengan berat 50 2/5 biji gandum ukuran sedang yang sudah dipotong kedua ujungnya, ukuran timbangan ini sama beratnya dengan 4200 biji khardal, inilah dirham syar’iy yang jadi standar untuk hukum zakat dan diyat.

Timbangan inilah yang dikenal dan dipandang sah pada masa Rasulullah salallahu alaihi wassalam lalu di masa Khalifah Umar al-Khattab ditetapkan kembali beratnya dengan daniq dan qirath, kemudian pada masa Abdul Malik bin Marwan timbangan itu pula yang dipakai untuk mencetak dirham islam setelah dirham Persia tidak berlaku lagi.

Kemudian hari ini dari hasil peneletian sejarah mengenai pengetahuan tentang timbangan-timbangan dinar emas, dirham perak dan ketentuan berbagai macam ukuran dapat dimungkinkan setelah ditemukannya mata uang kuno seperti dinar Byzantium, dirham Kisra, dinar dan dirham islam terutama yang dibuat pada masa Abdul Malik bin Marwan yang didasarkan kepada timbangan dinar dan dirham yang syar’iy.

Koin-koin kuno tersebut disimpan dan tersebar diberbagai museum kemudian dikaji berat timbangannya dan diteliti secara cermat dan akurat antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga diketahui bahwa dinar Islam yang dicetak Abdul Malik bin marwan adalah 4.25gram. Beratnya sama dengan solidos yaitu mata uang emas yang berlaku di Byzantium, sama dengan timbangan berat drachma Yunani, yang juga mengacu kepada timbangan Byzantium, solidos.

Timbangan Dinar dan Dirham Islam Standart Mitsqal terhadap Troy Ounces, Grain dan Gram
Koin dinar dirham Islam yang telah dicetak hari ini oleh Islamic Mint Nusantara (IMN) bukan hal yang baru, melainkan sudah ada dalam sejarah timbangan kaum muslimin dan masa sebelum jauh sebelum islam (lihat Kajian IMN yang berjudul Standarisasi Ukuran Dinar Dan Dirham Islam Dalam Perspektif Sejarah dan Fikih Islam)

Timbangan 1 dinar beratnya adalah 1 mitsqal dan mitsqal adalah standar timbangan seluruh mata uang, maka dengan mengenal ini maka kita akan mengetahui dengan mudah timbangan berat dirham, daniq, qirath, habbah yang dibandingkan dengan mitsqal.

1 mitsqal = 4.4432 gram setara dengan 8 daniq, maka timbangan 1 daniq emas dalam satuan gram adalah 4.4432 gram berat 1 mitsqal dibagi dengan 8 daniq = 0.5554 gram, berat 1 daniq.

1 mitsqal = 20 qirath, maka berat 1 qirath dalam satuan gram adalah 4.4432 gram berat 1 mitsqal dibagi dengan 20 qirath = 0.2216 gram, berat 1 qirath.

1 mitsqal sama beratnya dengan timbangan 72 biji gandum, maka timbangan 1 biji gandum dalam satuan gram adalah 4.4432 berat 1 mitsqal dibagi berat 72 biji gandum = 0.0617111 gram, berat emas sebesar biji gandum, yang sama dengan berat 83.3 biji khardal.

1 dirham sama dengan 7/10 mitsqal, dan tiap 10 dirham sama dengan 7 mitsqal, maka berat timbangan 1 dirham dalam satuan gram adalah 4.432 gram berat 1 mitsqal x7/10 = 3.1103 gram, berat 1 dirham.

10 dirham yang timbangan beratnya 7 mitsqal, timbangan berat 10 dirham dalam satuan gram adalah 10 dirham x 3.1103 gram berat 1 dirham = 31.103 gram, berat timbangan 10 dirham

atau 7 mitsqal sama dengan 10 dirham, maka timbangan berat 7 mitsqal dalam satuan gram adalah 7 mitsqal x 4.432 gram berat 1 mitsqal = 31.103 gram, timbangan 7 mitsqal.

Berat 1 dirham sama dengan 6 daniq , maka berat 1 daniq perak dalam satuan gram adalah 3.1103 gram berat 1 dirham dibagi dengan 6 daniq = 0.5183 gram, berat 1 daniq perak. (*daniq telah dicetak pertamakali secara akurat oleh Islamic Mint Nusantara)

1 uqiyah yang digunakan untuk menimbang dirham itu sama dengan 40 dirham, maka timbangan perak uqiyah dalam satuan gram adalah 3.1103 gram berat 1 dirham x 40 dirham berat 1 uqiyah = 124.412 gram, berat 1 uqiyah perak

Timbangan-timbangan ini adalah di masa sebelum islam, dan Islam mengakui semua jenis mata uang tersebut, dan mengakuinya penggunaannya sebagai alat tukar (pembayaran) yang berlaku dan beredar di tengah tengah masyarakat, sekaligus dijadikan sebagai standar bagi nilai barang dan jasa, semua ini adalah merujuk kepada timbangan penduduk Makkah.

Sebagaimana dalam sebuah riwat disampaikan Rasulullah salallahi alaihi wassalam: ‘Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah’ (HR. Abu Daud dan Nasa’i)

Jadi dari penjelasan sejarah di atas kita dapat mengambil pelajaran mengenai awal mulanya timbangan dinar dirham Islam itu berasal dan apa kaitannya dengan hari ini, lebih jauh kita jadi bisa mengerti sekarang bahwa standar dinar dirham islam bukanlah kepemilikan atau klaim dari seseorang, kelompok atau organisasi tertentu. Dengan menyadari hal ini, maka marilah kita berlomba-lomba dalam amal kebaikan dalam persaudaraan Islam. Saat ini dinar dirham dan daniq di Indonesia yang di cetak langsung secara mandiri adalah dari Islamic Mint Nusantara, artinya diawasi langsung oleh seorang amir bukan dikerjakan oleh pihak ketiga, ini lebih dekat dengan contoh amal yang sudah dikenal. Sedangkan keterkaitan dinar dirham dengan otoritas, pengertiannya otoritas yang dimaksud di sini adalah Kesultanan yang ada di Indonesia (Nusantara) dan ini sudah dikenal luas. Hasbunaallah wanimal wakil.